My list

May 08, 2013

Dia - Empat Puluh


E

Let me fall...
Let me climb
There's a moment when fear
And dreams must collide

Someone I am
Is waiting for courage
The one I want
The one I will become
Will catch me

So let me fall
If I must fall
I won't heed your warnings
I won't hear them

Let me fall
If I fall
Though the phoenix may
Or may not rise

I will dance so freely
Holding on to no one
You can hold me only
If you too will fall
Away from all these
Useless fears and chains

Someone I am
Is waiting for my courage
The one I want
The one I will become
Will catch me

So let me fall
If I must fall
I won't heed your warning
I won't hear

Let me fall
If I fall
There's no reason
To miss this one chance
This perfect moment...

Just let me fall...


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ku tinggalkan rumah ini bersama hati yang begitu berat sekali. Aku tahu aku tidak akan mungkin akan menjejakkan kaki ke sini lagi. Perjalanan malam ini masih lagi panjang, namun, aku tahu, perjalanan ini merupakan satu dari dua perjalanan yang masih berbaki di dalam hidupku.

Aku tiba di rumah abang Kamahl tepat pukul 11 malam. Setelah mengenali aku hampir 9 tahun, abang Kamahl dapat membaca akan kekeliruan dan kegundahan yang bersarang di dalam benak perasaanku. Dia hanya menyediakan secawan hot coklat sebelum duduk memeluk bahuku ketika duduk di ruang tamu. Tiada sebarang kata darinya. Dari masa ke masa, dia hanya mencium lembut dahiku. Aku tahu aku tidak berlaku adil kepada abang Kamahl, dan aku entah, aku sendiri tidak tahu samada aku punya kekuatan untuk membuka mulutku, menceritakan semua yang terjadi kepada abang Kamahl.

Tidak pernahku menyangka, perhubungan kami yang bermula di asrama 9 tahun dahulu bertahan sehingga kini. Dalam senang dan susah, dia tetap bersamaku. Di tahun-tahun sewaktu dia menyambung pelajarannya di UK dahulu, dia tidak lupa untuk mengutus surat kepadaku.

Aku mencapai telapak tangan abang Kamahl dan menggenggam eratnya. Dia melihat kearahku lalu tersenyum. “Adek sayangkan abang.”

“Abang pun sayangkan adek jugak.” Balasnya sebelum mencium tanganku.

“Esok Khai balik.” Kataku pendek.

“That’s great to hear. Berapa lama Khai balik sini?”

“Adek tak tau. Maybe not for too long.”

“Ok.”

Seketika kemudian abang Kamahl bangun dan mengambil cawanku lantas menuju ke dapur. “Dont stay up for too long ok. Get some rest.” Kata abang sebelum mencium dahiku dan masuk ke biliknya.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Khai dekat mana?”

“Khai dekat airport ni. Khai balik Malaysia pagi ni. Dalam pukul 9 lebih nanti sampai KLIA.” Balas Khai.

“Abang tahu, adek bagitahu abang sekejap tadi.”

“Ezra dah sampai rumah abang?”

“Sudah, dalam sejam tadi. Dia ada lagi di ruang tamu.”

“Berapa lama Khai balik Malaysia ni?”

“Mungkin untuk beberapa minggu dahulu. Lepas tue, Khai akan balik Perth sekejap, before coming back to Malaysia for good.”

“For good? I thought you still have few semesters left?”

“I am, but. But I need to be with him. I can’t afford to be away from him much longer.”

“Adek tahu tak pasal ni? How about your study?”

“Ezra tidak tahu lagi pasal ni. Pasal study, Khai akan cuba transfer my paper to Malaysia. I will figure something about it. But now, that is the second thing in the list. I have to be back now abang.”

“What do you mean by that? You know it is not an easy thing to do. To transfer your paper here. And what is this second thing in the list all about? Abang tak paham.”

“Abang, Khai tak tahu macam mana nak bagi tahu dekat abang. I mean, I can’t tell you. But all I can say is, Ezra needs me right now. Ezra needs us both. That is why I am coming back as soon as I can, and that is why I asked him to stay at your place. Please abang, take care of him until I arrive. Don’t loose sight of him. Khai akan terus ke rumah abang dengan cab setibanya di KLIA.”

“Seriously Khai, I don’t know what should I say to you right now. I knew from the beginning that it was such a bad idea for adek to asked you to go back to Murdoch, Perth alone. You know how vehemently I opposed to that idea. It would be much better if he agreed to come along with you. But we both know adek very well. He wont accept your money. I don’t know what is happening right now, I don’t know what should I do, I don’t know what is inside his mind. He looked pale, rigid. It seems like something is pulling his life out of him right now. He doesn’t look like his usual self at all.”

“Khai, I have the feeling that you knew what is happening. And I also know that you can’t tell me about it to me right now. Am I right?” tambah abang lagi.

“Yeah.” Balas Khai pendek.

“Whatever happen, I hope you both know that I will always be here for both of you. Whatever happen, know that we will make it better. I love you both as my little brothers. Never, ever let that slip out of your mind. When you are ready, when adek is ready, you can tell me anything. You have a strong will, and so does adek. But I have to admit, there were times that adek did something stupid. But, that doesn’t mean that I will leave him to be infested with his mistakes. You know that. And you know damn well that you would never ever leave him for whatever mistakes he did. He is young. He is only 21 and you are 27. Both of you are still young. It is my job to help you with your life. And it is also your job to help him walked the right path too.”

“Khai tahu abang. I never blame him for all these things. Whatever happened is the past. Now, all we can do is to make things better for him.”

“Ok then. Flight pukul berapa ni?”

“1.10 pagi ni. I should go now. They already call for boarding now.”

“Ok. I will leave a spare key at the guard house.”

“Thanks abang.”

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kapal terbang sudah pun 2 jam meninggalkan Perth International Airport. Masih lagi berbaki 6 jam sebelum aku tiba di KLIA. Kebanyakan penumpang sudah pun hanyut dibuai mimpi. Namun, aku masih terjaga. Fikiran ku melayang ke Malaysia. Aku tidak mampu untuk untuk melelapkan mataku. Entah apa yang dia sedang lakukan. Entah samada dia dapat melelapkan matanya atau dia juga sama sepertiku, masih lagi terjaga di pagi ini.

Terlalu banyak perkara yang bermain di fikiranku, namun tidak dapat untuk aku senaraikan satu persatu. Setiap kali aku cuba untuk menenangkan diriku, memori disaat dia kedengaran lemah di talian telefon beberapa jam sebelum ini kembali menghantui fikiran. Sungguh sayu sekali diriku mendengarkan tiap bait katanya yang penuh kesedihan. Aku sendiri tidak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menenangkan hatinya setibanya aku di KL. Apa yang kutahu, aku harus kembali kepada dia, kekasih hatiku.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dear Khai my love,
By the time you read this, I am no longer in this world anymore. I hope it wasn't hard for you and abang Kamahl, and the rest to carry out my funeral. I hope my selfish act will redeem my sins to you.

These 4 years have been the greatest years for me. To be able to get to know you, to be able to have you in my life, and to be able to be with you. When I looked back to those years all this time, there were always smile on my face. You brought a new meaning to my life. You made me complete. I still remember when I first saw you. I fall for you instantly and after all the journey we had together, that was satisfying for me. That was enough, though I wanted more.

I am sorry that I chose this way as our final goodbye. I am not strong as you want me to be. I am sorry for being selfish, to leave you like this. For that I am truly sorry.

It wasn't easy. Truly it isn't. Those strength that was once full in my heart wasn't there anymore. I didn't have the courage to face you.

What I did was something I regretted till this very moment, and there was nothing I could do to redeem myself. This was the price for my mistakes. This was the price that I have to pay. To be HIV+, that was the price.

I hope you knew that I loved you so much.
I hope you knew that I wanted to be with you till we both aged.
I hope you knew that I always dream of you when you were far away.
I hope you knew that I still kept the very first text you sent me.
I hope you knew all that, that I love you.

Did you still remember when we first holding hands?
Did you still remember when we first kiss each other?
Did you still remember when we first declared ourselves?

I knew u did, simply because I did too.
I hope reading this won’t be painful to you, because it was very hard for me to write all this.

Don’t cry, because I would feel it too, though I am no longer there next to you.
You are a strong man, a good guy, and a cherished soul mate.

Let go of me, and continue with your life.

Be the man we both knew you are capable of.

And whenever you think of me, I hope you can smile, reminiscing out memories together.

I love you











---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jam sudahpun menunjukkan pukul 4.25 pagi. Aku masih lagi terjaga di dalam bilik. Abang Kamahl sudahpun masuk tidur beberapa jam yang lalu. Dan Khai sudah di dalam perjalanan pulang ke Malaysia. Masa hanya berbaki 5 jam sebelum Khai tiba di KLIA.

Aku menjenguk sebentar ke dalam bilik abang Kamahl, kelihatan abang Kamahl duduk di sofa di dalam biliknya. Hanya lampu mejanya yang dinyalakan. Setelah kuamati, rupanya abang Kamahl tertidur di sofa. Matanya tertutup rapat. Ku capai selimut di atas katil lalu ku selimuti abang Kamahl. Aku kemudian duduk di sisi abang Kamahl yang masih lena di buai mimpi, kepalaku ku baringkan di atas pehanya. Mataku kupejamkan, kurasakan degupan jantungku yang entah mengapa kurasakan semakin perlahan.

Sedar tidak sedar, sekali lagi untuk entah kesekian kalinya, air mataku kembali mengalir.
Tiba-tiba kurasakan sentuhan lembut di kepalaku. Tangan abang Kamahl perlahan-lahan mengusap rambutku. Aku tidak terdaya untuk membuka mataku dan menatap wajah abang Kamahl. Abang Kamahl hanya membiarkan aku yang masih lagi berbaring di pehanya. Tangannya yang teguh kemudian diletakkan di bahuku, lantas abang Kamahl yang masih lagi duduk bongkok sedikit ke hadapan lantas mencium kepalaku. “Be strong adek.” Bisiknya kepadaku.

Aku hanya kaku, tidak sedikitpun kurasakan tenaga yang menjengah ke dalam diriku. Abang Kamahl lantas memegang kemas bahuku dan tangan kirinya diselitkan perlahan di bawah kepalaku lalu dengan perlahan aku di dirikan. Dia menuntunku ke katilnya sebelum menyelimuti aku. Dia duduk di kepala katil, di sebelah aku. Tangan kanannya mendakap kemas diriku. Abang Kamahl tidak berkata apa-apa walau sepatah.

Dia menepuk-nepuk bahuku, seperti seorang ibu yang menidurkan bayinya. Aku tenang, tangisan tadi sudah pun terhenti mengalir tanpa kusedari. Aku mengalihkan badanku menghadap abang Kamahl, lantas kepalaku ku letakkan di perut abang Kamahl. Mataku ku pejamkan. Hatiku yang sedari pagi tadi bergelojak tanpa henti kini mula tenang kembali.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jam di dinding menunjukkan pukul 11.25 pagi. Di sebelah kanan ku kosong, tiada kelibat abang Kamahl. aku mengimbas seketika sekeliling bilik, kelihatan abang Kamahl sedang duduk di sofa menghadapku. Dia tersenyum melihatkan aku sudah terjaga. Tangan kiri ku kurasakan di genggam seseorang, setelah ku toleh, Khai, yang masih lagi memakai sweater tertidur di atas kerusi yang di letakkan di sebelahku.

Abang Kamahl merapati katil dengan perlahan, dia mencium dahiku lembut. “I will get something for you to eat ok.” Katanya sebelum berlalu pergi.

Aku mengusap lembut kepala Khai. Entah sedari bila Khai tiba di sini. Khai masih lagi mengenakan sweater yang di pakainya. Mukanya yang terletak di atas katil bersebelahan ku ku capai. Jari jemari ku sedikit menggeletar pabila bersentuhan wajahnya. “I am sorry, Khai.” Bisikku perlahan.

Tangan kiriku yang masih lagi di genggam Khai tiba-tiba di genggam sedikit kuat. “Don’t be. You are not at fault. I am sorry. I am sorry for leaving you alone for so long. I miss you sayang. I love you. I will never leave you again.”

“Thanks.”

Aku bangun lalu menyandar di kepala katil. Khai lantas bangun dan duduk di sebelahku. Aku di rangkul kemas oleh Khai sebelum dia mencium bibirku. Khai, ketahuilah bahawasanya aku tidak mahu melepaskan dikau pergi dari hidupku. Namun, aku tahu, waktu untuk kita terus bersama hanya tinggal beberapa ketika sahaja lagi. Maafkan aku. Tidak mampu untuk aku luahkan kata-kata tersebut. Hanya bisikan di dalam hatiku yang tidak terungkapkan.

Aku dan Khai keluar dari bilik tidur abang Kamahl. Kelihatan abang Kamahl sedang menunggu kami di ruang tamu. Aku meminta Khai duduk dahulu di meja makan sebelum aku pergi mendapatkan abang Kamahl. Aku kemudian duduk di sebelah Khai, berhadapan abang Kamahl. Kami menjamah makanan yang disediakan. Masa seakan terhenti seketika. Tiada kata yang diungkapkan.

Nasi goreng kukunyah perlahan. Namun, selepas suapan ke 3 aku meletakkan kembali suduku ke pinggan. Khai melihatku. Dia mencapai tanganku lalu mengangguk perlahan kepadaku.

“Abang.” Kataku perlahan.

“Yer adek.”

“Adek ada perkara yang adek perlu bagitahu abang.”

Abang Kamahl hanya mengangguk perlahan sebelum kembali memandangku.

Khai di saat itu menggenggam erat tanganku. Aku perlukan kekuatannya di saat ini. Kuharapkan abang Kamahl dapat menerima akan perkhabaran yang akan ku katakan sebentar lagi.

“Adek HIV+.” Kataku pendek

“Astaghfirullah.” Abang Kamahl bingkas bangun lalu memelukku. “Everything will be fine. Adek, be strong. Both of you.”

“Thanks abang.” Balas Khai.

“What else the doctor said?”

“She gave me a referral letter to Hospital Sungai Buloh.”

“When are you going? I will come along.”

“Maybe next Wednesday.”

“And what is your plan for now?”

“I don’t know.” Hanya itu yang keluar dari mulutku.

“If it’s ok, I want to take him for a vacation for few days.”

“Ok, maybe that’s good for now. Get yourself some rest. Adek?”

“Yeah.”

“Abang, by, adek minta maaf. Adek tak tahu adek dapat dari siapa, dari bila adek dah kena. Adek tahu tiada apa yang boleh adek lakukan untuk buang penyakit ini dari badan adek.  Adek tidak tahu apa yang harus adek lakukan sekarang. Adek sudah khianati Khai, adek sudah kecewakan abang. Adek rasa jijik dengan diri sendiri. Adek rasa sangat kotor. Adek, adek tidak tahu apa yang adek harus lakukan untuk menebus segalanya. Adek tidak layak untuk hadir di dalam hidup Khai, dalam hidup abang. Adek tidak mampu abang, Khai, adek tidak mampu untuk teruskan kehidupan sebegini rupa lagi. Maafkan adek.”

“Sayang, please sayang. Percayalah, tak pernah terlintas di fikiran by bahawa sayang telah mengkhianati by. By tahu sayang masih keliru, masih terkejut akan semua ini. Tapi percayalah, bagi by, dan by tahu bagi abang Kamahl juga, status sayang tidak akan mengubah perhubungan kita. Tiada sekelumit perasaan kotor atau jijik di hati kami. Sayang tetap sayang, tetap seseorang yang melengkapi jiwa dan raga by. Sayang tetap adek kesayangan abang Kamahl.” balas Khai. Kelihatan setitis air mata mengalir di pipinya. Maafkan aku wahai kekasih kerana membuat mu menangis, tapi aku tidak sekuat yang kau sangkakan.

Aku menarik perlahan tangan ku yang di genggam Khai. Aku leraikan dakapan abang Kamahl yang sedari tadi memelukku. Aku bingkas bangun dan berlalu pergi. “No, you have no idea what is this all about. You don’t know how guilty I am right now. You haven’t realize how filthy I am. I don’t deserve both of you. I just...” sebelum sempat aku menghabiskan apa yang ingin ku katakan Khai merangkul aku dan memelukku lantas bibirku di cumbuinya dengan rakus sekali. Aku yang cuba untuk menolak dirinya tidak mampu untuk meleraikan bibirnya dari bibirku. Rangkulan kemas Khai terlalu kuat. Ciuman Khai tidak putus-putus menyentuh bibirku. Titis-titis air mata Khai jatuh ke pipiku.

Khai kemudian mencampakkan ku ke sofa. Dia lalu mencapai ganas baju yang ku pakai sebelum merentapnya dan dicampakkan ke tepi. Dengan sebelah tangannya, dia menekan badanku agar aku tidak mampu untuk bergerak lalu dia mencium ke keseluruhan badanku. Bagaikan sesuatu yang sedang merasuk diriku, aku menampar Khai. Aku tidak sedar akan apa yang telah aku lakukan. “I am sorry.” Kataku teresak-esak.

Khai tidak mengendahkan ku, dia terus-terusan memperlakukan aku sedemikian rupa. Dia tidak berganjak walau seincipun, aku hanya mampu menjerit memintanya untuk berhenti. Aku tidak mahu mengotori dirinya.

Kemudian abang Kamahl memeluk Khai dari belakang sebelum meleraikan kami berdua. “Khai, bawa mengucap Khai. Jangan sesekali hilang pertimbangan.” Kata abang Kamahl lemah, abang Kamahl sedaya upaya mengawal dirinya yang jelas terpancar kesedihan di matanya.

“Sayang. By tidak tahu apa yang harus by lakukan untuk meyakinkan sayang yang perasaan by tidak walau sekelumit pun berubah selepas semua ini. By sayangkan sayang. By ingin bersama dengan sayang sehingga ke akhir hayat by. Percayalah sayang. By tidak mampu kehilangan sayang, by tidak mampu untuk membayangkan sekiranya kita tidak lagi bersama, by akan hilang tujuan hidup sekiranya sayang tiada lagi di dalam hidup by.”

Aku menekup wajahku dengan kedua telapak tanganku. Air mataku yang sedari tadi ku cuba untuk tahan dari mengalir keluar mengkhianati ku. Aku tidak mampu untuk berhenti menangis.

Abang Kamahl melepaskan Khai perlahan. Khai terduduk seketika, sebelum dia melutut di hadapanku. Kedua telapak tanganku dicapai dan di letakkan di pipinya. “I am sorry sayang. Please forgive me. Stop crying ok. We will go through this together. I love you. I love you so much. Please, stop crying. My heart hurts when you cry. It is all my fault. It is my fault for leaving you behind.” Khai mencium lembut dahiku, sebelum sekali lagi bibirku dicium, namun kali ini, ciumannya perlahan, dan penuh kelembutan. Lama sekali bibir kami bertaut sebelum Khai melepaskan aku. “By pergi buat arrangement untuk kita bercuti esok ok.”

Aku melihat Khai berlalu pergi ke bilik study abang Kamahl. Abang Kamahl kulihat sedang berdiri di beranda, di jarinya terselit sebatang rokok yang dinyalakan. Aku bergerak perlahan ke arah beranda, lalu abang Kamahl ku dakapi. Tangan kiri abang Kamahl kemudian merangkul kemas diriku, “I love you, no matter what, my silly adek.”

Malam itu surat-surat yang ku tulis semalam ku simpan rapi di dalam sebuah kotak. Maafkan aku kerana menulis semua itu. 

4 comments:

  1. kasih sayang khai bertambah kuat walaupun dier tahu kekasihnya mendapat hiv+, dier ingin bersama kekasihnya hingga hujung hayat nya .bertuah mendapat khai sebagai kekasih ,

    ReplyDelete
  2. Part yang aku paling benci bila aku menangis untuk cinta yang jujur dan ikhlas seperti khai.. walaupun adek HIV+, dia masih sayangkan khai.. dan paling benci, time baca part nie dgr lagu russian roulette nyanyian rihanna.. matching dgn part.. i hope there will be someone like khai for me..

    ReplyDelete
  3. ahhh... tak sangup lg mau teruskan membaca...
    tanpaku sedari, menitis air mata...
    gila arhh..

    ReplyDelete
  4. eaj..u know how to make readers cry..omg..

    ReplyDelete